Ingatlah lagi
masa-masa ketika kita kanak-kanak., dan sosok-sosok yang teerlibat di dalamnya.
Semuanya masih serba sederhana, dan tokoh di dalam cerita kita pun cenderung
itu-itu saja. Kadang ayah, kadang ibu, dan lebih sering ibu. Mungkin setiap
keluarga berbeda, tapi kurang lebih begitulah situasinya. Maksudku, bagaimana
kedua tokoh tersebut selalu hadir dalam kesetiap-harian kita. Belum ada yang
lain, belum ada tokoh lain tempat kita memalingkan muka.
Salah satu
yang paling ku ingat sekarang adalah saat-saat aku sakit. Sakit beneran, sakit
palsu, sakit manja, hehehe. Apapun sakitnya, obat yaang paaling maanjur yang
aku rasakan adalah perhatian mamaku. Bisa saja saat itu aku demam karena gejala
tipes, tapi kompres dari mama yang sudah begadang semalaman lebih terasa
mendinginkan semua demam daripada obat dokter. Atau saat dimana kepalaku
kejedot sesuatu, maka belaian dan tiupan mama di daerah benjol menjadi semacam
penangkis rasa sakit. Atau seringkali aku yang hanya pilek biasa atau bahkan
tidak sakit sama sekali merengek-rengek melebaykan diri macam sekarat cuma ingin
merasakan perhatian dari mama yang langsung izin pulang dari kantornya,
membawakan soto ayam, lalu menyuapkan sirup setelah soto tandas. Dan beliau
akan berada di rumah seharian, menjagaku. Menjaga tidurku. Dan tentu besoknya
aku meliburkan diri dari sekolah, woohoo!
Semua
penyakit ada obatnya. Dan perhatian adalah obat yang harus diutamakan untuk semua penyakit. Bukankah menenangkan,
ketika kita merasa aman di saat-saat terlemah kita? Merasa didekati saat
orang-orang yang sehat menjauhi kita? Merasa ditemani di saat-saat sendiri
kita? Kita merasa hadir sebagai manusia yang sukses, yang hidupnya terlibat
dengan orang lain, yang dirinya terikat dengan diri orang lain, dimana
kelemahan kita terasa sebagai kelemahan juga bagi mereka yang memperhatikan. Dan
mungkin suatu saat hilangnya kita akan menjadi kesedihan bagi mereka yang
memperhatikan. Bukan demi tujuan jahat, tapi memang perhatian adalah obat
paling manjur sedunia. Karena fitrahnya, tidak ada manusia yang ingin sendiri
di saat-saat terburuknya, meski mulut berkata sebaliknya.
Agree, Boy.
BalasHapusTos dong kalo agree ✋
Hapus