Pages

Selasa, 30 September 2014

Ceramah kaum pemuja

Hai kalian para pemuja mentari yang setia
Kalian yang selalu berdoa menyanjung diam-diam
Kalian yang mengasihi dalam hati
Camkan tanyaku dalam hati:

Kau yang gembira ketika dia senyum berseri; Kau yang bercita ketika dia terik menari:

Apabila suryamu tenggelam, sanggupkah kau hadapi malam?
Ketika hanya diterangi murung rembulan, dapatkah kau teruskan jalan?
Meski ditemani ribuan bintang, bisakah kau lupakan dia yang paling terang?
Karna tak satupun jiwa berani berjanji, bahwa pagimu kan kembali
Bahwa mentari kan kembali dari belahan bumi satunya lagi
Bahwa sang surya kan temani kita lagi
Bersama berjuang
Mesra menyongsong siang
Seperti dahulu ketika pagi masih berseri

Nangor, 26 Sept '14

Minggu, 28 September 2014

Siapa kamu?

"Perasaan itu mengerikan. Dia bisa muncul dalam bentuk apapun- Marah, sedih, senang, benci, cinta -dan bisa muncul kapanpun yang kadang tanpa alasan apapun. Dan kita, manusia, hanya bisa pasrah dalam ombang-ambing ombak takdir dan perasaan. Antara hidup dalam badai, atau mati dalam ingatan."



"dek, tas nya jangan ketinggalan".


"Iya ma".



"Tiketnya jangan jatuh, taruh di kantong depan".


"Iya ma".



"Tas nya di jaga, jangan sampe ketinggalan".



"Iyaaaaa maaaaaa".

Percakapan lucu yang tidak sengaja kudengar dari keluarga sebelah yang mengantri untuk masuk lobby. Percakapan yang samar-samar lalu kian jelas terdengar diantara percakapan lain di kiri kanan ku. Entah kenapa percakapan itu yg masuk di telinga. Aku yang lagi bengong, sambil senderan sama koper gede, nunggu antrian. Dalam bengong sambil mengedarkan pandangan ke sekitar, mungkin karena perilaku repot keluarga tadi yang menjadi penyebab percakapan mereka mampir di telinga; ayah, ibu, dan anak perempuannya, 15 tahun mungkin, dengan bawaan yang banyak, atau bisa dibilang lebay, dan bagaimana ribetnya mereka pas mau masuk lobby. Mungkin itu sebabnya perhatian saat bengongku terarah pada mereka. Ah, aku memang suka memperhatikan manusia dan tingkah laku mereka. Terlebih pada keluarga kecil seperti mereka. 
Mendadak aku senyum sendiri.

"Ya, kenapa bengong?"

"Ah, ngga tante, lg kepanasan aja, hehe"  kataku.

Sebenernya, bandara masuk dalam 10, ah, mungkin 5 daftar tempat yang aku ngga suka. Mungkin di urutan 3 atau 4. Kenapa? Well, pertama: Rame. Apalagi kalo hari libur macam sekarang. Dan karena rame muncul alasan kedua: ribet. Yap. Bandara di indonesia itu ribet, apalagi bandara di sebuah provinsi yang belum bisa dibilang maju ini. Ketiga: bosen. Bosen karna ribet karna rame. Tambah bete karena alasan keempat: panas! Panasnya disini itu Na'udzubillah. Udah masuk lobby yang pake ac pun masih panas loh! Entah karna emang panas nya ga normal atau karna ac nya dimatiin buat penghematan, entahlah. Dan alasan terakhir: bikin galau. Yes, karena bandara tempat perpisahan. Baik yang berangkat itu kita sendiri, ataupun cuma ngantar orang lain, tetep aja kita akan berpisah satu sama lain. Bikin galau kan? Nah, ke bandara kali ini pun bikin galau, karena mau nganter tante kesayangan pulang. Aih, andai libur bisa di modifikasi.

"Tan, kenapa harus pulang sekarang sih? Udah tambah aja cutinya"

"Maunya gitu ya, maunya gitu. Tapi ga bisa lagiii, ini aja udah bolos 2 hari. Kamu mau tantemu yang cantik ini pengangguran?"

"Ga mauuu, nanti ga bisa beliin cahya oleh-oleh lagi dong"

"Nah, ga mau kan. Makanya kamu aja yang ikut tante yuk"

"Mau banget! Tapi tante yang minta izinin ke mama ya!?"

"Waw. Ga berani ah. Belom kuat mental di omelin sama mama kamu, hahaha"

Tertawa. 
Lalu ada keheningan yang melankolis. Aku sedih sebenarnya. Dan aku tau tanteku juga sedih. Tapi kami ga mau nagis-nagisan di bandara kaya sinetron. Karna kami berdua terlalu periang dan "gila" untuk tangis-tangisan.
Ah, tidak, jangan sedih cahya, jangan sedih! Mari kita bengong dan edarkan pandangan sekali lagi. 
Keluarga yang ribet tadi udah di antrian depan. Dan masih tetap ribet. Apalagi pas mau masukkin koper-koper yang sedemikian banyak dan sedemikian gede itu ke pemindai. Aku berhasil tersenyum lagi. Bagus ya! Mari kita edarkan pandangan lagi, biar ga sedih-sedihan. Mari perhatikan tingkah laku manusia yang unik-unik ini. 
Di belakang keluarga tadi ada bapak-bapak dengan setelan jas, ngepit koran di keteknya, sambil nelpon pake tangan yg sama, dan tangan satunya lagi memegang......rokok! Ugh, aku benci rokok. Terlebih lagi aku benci manusia yang merokok, padahal jelas-jelas di atas jidatnya ada tulisan larangan merokok. Argh, bikin emosi. 
Di sebelah bapak ngeselin tadi ada ibu muda yg nggendong anaknya yg masih kecil. Astaga, anaknya lucu sekali! Sambil ngantri, ibu muda itu bermain sama anaknya sembari di gendong. Astaga, bahagia! Tapi bapaknya mana? Mungkin sedang menunggu di bandara di seberang pulau, tujuan pesawat ini berangkat kelak. Ah, jaga anak dan istrimu baik baik ya pak. 
Di depan ibu muda tadi ada seorang pemuda yang tampak bingung. Mungkin ini pertama kalinya dia naik pesawat dan ga nyangka bakal ngantri sepanjang ini. Sabar ya mas, di dalam ngantri lagi kok. Di belakangnya ada kumpulan muda-mudi yang ribut banget, mau liburan mungkin. Ga ada yang menarik dari mereka selain lil' bit annoying
Di depan pemuda bingung, ada seorang pemuda lagi yang, entahlah ini perasaanku aja atau bukan, terlihat kontras dengan orang-orang sekitarnya. Kayaknya seumuran sama aku, atau setahun lebih tua. Tinggi lumayan sekitar 175 cm. Ga terlalu ganteng kok padahal, ga kekorea-korea an. Sambil setengah duduk di atas kopernya, dia mainin hp yg dibawahnya tercolok headset yang ujungnya nyantol di kupingnya. Dengan rambut yang jingkrak-jingkrak, Dia make  polo coklat dilanjut ama jeans standar dengan sneakers nike atau adidas, entahlah, berwarna abu abu. Astaga, tanpa sadar aku memperhatikan dia sedetil itu! Entahlah, dia macam magnet dan mataku macam besi biasa yang selalu tertarik padanya. Ada yang berbeda darinya diantara manusia manusia di sekitarnya, apalagi dengan pemuda di belakangnya, kontras. 
Dia sempurna dalam ketidak sempurnaan. Dia cool dalam hari panas. Dia nyantei dalam keribetan. Dia seperti orang yang akan mendengar semua ceritamu, tertawa oleh semua jokes mu, sedih oleh semua galaumu, hangat dalam semua dinginmu. Aku bertaruh, senyumnya pasti bikin kacau ritme jantung. 
Dan tiba-tiba dia mengangkat kepalanya, dan melihatku. Semuanya dalam slow motion bagiku. Dan mataku dan matanya bertatap temu. Alur pandang kami satu. Dan aku masih tidak sadar dengan bengongku, yang entah ekspresi wajah macam apa yang aku buat saat itu. 
Dan dia tersenyum! 
Astaga! Astaga! Dia tersenyum padaku! Aku menang taruhan. Senyumnya memang bikin kacau ritme jantung! Kami bertemu pandang lama menurut waktu semesta, tapi sebentar menurut waktu dunia. Aku gemetar. Lalu dia melihat kebelakang, kearah antrian, sadar bahwa antrian sudah jalan dan sudah gilirannya untuk masuk ke lobby. Setelah itu dia memandangku lagi, tersenyum lagi, lalu berpaling sambil melangkah masuk sambil menyeret kopernya. Menjauh. Lalu dia hilang, ditengah kerumunan orang di depan alat pemindai, dia hilang. Aku tetap bengong. Hingga aku mengalami rasa yang abstrak tapi bikin tidak enak, sangat sangat tidak enak. Aku merasa baru saja jatuh dari tempat yang tinggi. Dadaku sesak. Jantungku tak beraturan berdetak. Aku ingin menangis. Aku menangis!!!


"Ya..., ya.., kamu kenapa?" Tanya tanteku.

Aku hanya bisa diam sambil menggeleng tertunduk, dengan mata yg mulai merembes basah. Lalu aku menarik nafas panjang yang terdengar seperti orang astma, lalu mulai sesegukan. Tanteku pun memelukku erat.

"Kan tadi kita janji ga boleh sedih-sedihan ya" tanteku juga mulai menangis

"Maafin tante ya, tante janji nanti balik lagi kok kalo libur, atau kamu yang susul tante ya. Tante janji bakal ngajak kamu keliling kota, main sepuasnya."

Tangisku makin parah. Kami berdua berpelukan menangis. Dia lalu melepaskan pelukkannya, menyeka airmatanya, lalu airmataku. Memegang tanganku erat dan menciumi pipiku berkali-kali. Lalu berkata "sampai jumpa cahya". Dan melangkah menuju pintu pemeriksaan, lalu hilang.
Aku masih berdiri mematung, dengan air mata yang ga terkontrol alurnya, dan mungkin juga dengan muka yang merah, sangat merah. 

Aku merasa hancur hari ini. Aku jatuh cinta, lalu aku patah hati 2 kali. 2 kali!
Aku jatuh cinta pada sosok yang suaranya pun seumur hidup belum pernah kudengar. 
Dan dia hilang. Yang mungkin sampai akhir hidupku pun takkan pernah bertemu lagi.



Sudah kubilang, aku benci bandara!!!
















*tulisan yg agak teenlit ini fiksi, dengan sedikit inspirasi dari kisah nyata roman dedek eumes

Selasa, 23 September 2014

Suatu Pagi di Hutan Mati

Diantara kerikil debu yang diinjak kaki
puncak-puncak  di lautan awan yang menyembul tinggi
atau tarian bisu para cantigi :
Kudekap jingga kala pagi
Jikalau takdir 'kan bawa pergi
Maka teruskanlah langkah lagi
Dari kelam pada malam
Sampai mati pada pagi



Hutan mati, 20 Sept '14

Suatu Malam di Padang Kelam

Aku Menyerah padamu malam ini, bimasakti
Tengadahku padamu bentuk kepasrahan hati
angin dingin goyahkan kaki menopang
Aku masih berdiri di tengah luas padang
Malam ini malam yang riang di pondok salada
Semua bernyanyi semua tertawa
Api unggun girang sambar kemana-mana
Nikmati dingin yang kian goyahkan raga
Bawa aku kepada sesuatu yang abadi, hai bimasakti
Kepada keriangan yang kau simpan di antara ribuan bintang
Angkat aku dari kehampaan yang jalang

Kembalikan aku menjadi partikel mu, hai semesta
Jadikan aku setitik yang cahyai bumi
Diantara ribuan yang telah dan tak berarti


Pondok salada, 20 sep '14

Sabtu, 13 September 2014

Aku, Yang Mulia, dan Teori-Teori

Menembus gelombang kalam yang seakan tak kan surut

Terbang melewati putaran kipas yang kadang berkedut

Aku tak ingin kau buat takut!

Biarkan ku jelajah peta semau

Terjemahkan prosa menurutku

Usah gurau, tak kan rusak kelasmu

Benang beda jalur tak perlu kusut bersatu



Nangor, 5 Sept '14

Jumat, 05 September 2014

9.37 am

Terbangun pagi, jam sembilan lebih tigapuluh tujuh
Agak siang lagi, itupun karna sebelah yang gaduh
Tapi ini bukan pagi biasa
Ini bukan seperti kemaren lusa
Pagi ini aku berdebar

Sekonyong flashback akan potongan mimpi terngiang yang ku coba rangkai menjadi sesuatu yang masuk akal
Membentuk suatu roman yang ku kenal

Aku ingin bersajak!
Aku ingin diajak!

Segera ku ambil C.A dan W.S.R
Kunikmati setiap rangkaian kata yang tak lagi populer
Sekarang semuanya masuk akal
Kaulah roman yang kukenal

Maka segera kugores tinta dengan penuh rendah hati tapi kian mengeras
Karna rasa dalam hati mulai bikin suasana tak waras
Ku buat sajak-sajak tentang mu, wahai cerminku:

Tentang bagaimana harapku benang takdir kan membilit kita satu

Tentang bagaimana sajak-sajak kita berakhir dalam antologi satu buku

Tentang bagaimana kau dan aku bersama meniti jalan-bumi-semu

Kau dan aku



Nangor, 6 Sept '14