Malam tadi saya nonton acara yang berjudul Memoar di Kompas TV.
Temanya tentang Ibu Tien Soeharto.
Saya sedikit tersentak.
Saya sedikit tersentak.
Saat itu, saya melihat Jenderal Besar Soeharto sebagai sosok suami dan bapak.
Bukan sebagai Jendral dan Tiran yang memerintah dengan tangan besi selama 32 tahun.
Bukan juga sebagai orang yang telah mengkomandoi pembantaian jutaan rakyat Indonesia pasca G30S '65.
Ya, saya selama ini kontra dengan Soeharto. Saya mengecam seluruh tindakannya.
Tapi malam ini, saya merasa curang. Saya tidak pernah mau mencoba melihat Soeharto dari perspektif lain, selain dari dia sebagai diktator.
Tentu, fakta bahwa rezimnya adalah rezim yang penuh darah dan korupsi, kolusi, serta nepotisme adalah tidak bisa disangkal lagi.
Tapi itu adalah ketika Soeharto menggunakan topeng Jenderal besar nya.
Ketika di rumah, saya rasa dia berbeda. Terutama ketika dihadapan Tien, istri tercintanya. Atau dihadapan anak dan cucunya.
Saya teringat sosok Don Vito Corleone, sosok fiktif yang sangat saya idolakan. Padahal, saya sadar, selama ini saya hanya melihat Don Vito sebagai sosok kepala keluarga. Saya menolak melihat sosok Don Vito ketika beliau memakai topeng La Cossa Nostra nya.
Lucu bagaimana kita terkonsumsi dengan kebencian sehingga kita menolak untuk melihat sesuatu yang jelas, atau sengaja mengkaburkannya.
Tentu, keadilan diatas segalanya, tapi bukankah kemanusiaan adalah hak yang paling dasar?
Menolak melihat keseluruhan sisi manusia sama saja dengan menyangkal kemanusiaannya. Lalu kita anggap dia sebagai setan, atau malah dewa.
Tentu, keadilan diatas segalanya, tapi bukankah kemanusiaan adalah hak yang paling dasar?
Menolak melihat keseluruhan sisi manusia sama saja dengan menyangkal kemanusiaannya. Lalu kita anggap dia sebagai setan, atau malah dewa.
Keadilan tetap harus diperjuangkan, tapi bukan berarti harus menolak melihat kenyataan.
The Smiling General harus tetap dibongkar kejahatannya, seperti halnya sang Godfather yang harusnya bertanggung jawab atas semua darah yang ditumpahkan.
Tetapi, melihat mereka sebagai sosok manusia yang memperjuangkan cita-cita dan ambisi adalah hal yang menarik, tanpa harus mengenyampingkan fakta yang ada.
Mereka adalah sosok pria tua yang menghalalkan segala cara demi melindungi dirinya, dan keluarganya.
Yang ketika Anak pertama / Istrinya meninggal, mereka tetap berduka.
Tetapi, melihat mereka sebagai sosok manusia yang memperjuangkan cita-cita dan ambisi adalah hal yang menarik, tanpa harus mengenyampingkan fakta yang ada.
Mereka adalah sosok pria tua yang menghalalkan segala cara demi melindungi dirinya, dan keluarganya.
Yang ketika Anak pertama / Istrinya meninggal, mereka tetap berduka.
Bagaimana dengan kita?
Berapa banyak koleksi topeng di lemari batin kita?
Berapa banyak koleksi topeng di lemari batin kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar