Pages

Minggu, 06 April 2014

Belajar dari Hitler

Hitler dan tentara Reich ketiga tumbang, bukan karena ganasnya sekutu, tetapi karena kesalahan perhitungan, kesombongan, dan ketamakan. 
Over percaya diri dan mendengar saran yang salah. Hitler mendengar saran dari jenderal jenderal pengecut, yang hanya mengiyakan semua ide Hitler, tanpa berani membantah, pun ide tersebut terkadang ngawur, malah cenderung seperti halusinasi. 

Kemana jenderal pemberani? Ke garis depan.

Hasilnya adalah Reich ketiga tumbang di tanah dingin, Stalingrad, Rusia. Hadiah natal yang sangat dinginkan, tapi berakhir sebagai tumpukan mayat, setengah karena peluru, setengah karna beku. 

Tentara Jerman jauh lebih kuat, dengan persenjataan yang lebih canggih dan taktik yang mumpuni. Sedangkan Rusia bisa dikatakan hanya mengandalkan jumlah tentara besar - besaran, para pemuda yang diwajibkan untuk membela Motherland, yang konon katanya sebagian dari mereka bahkan tidak memegang senjata, hanya bermodalkan badan.
Tapi, keuntungan pun berbalik, setelah makna perang ini berubah. Perang ini menjadi perang ego personal antara sang Fuhrer Hitler, dan Kamerad Stalin. Bukan lagi untuk negara, terlebih untuk ideologi.
Hasilnya? Bertumpuk mayat tentara merah di medan tempur.
Pun, sang Reich ketiga dipaksa putar balik dengan hampa.

Jadi, dimana belajarnya? Belajarlah bahwa, memaksakan kehendak itu adalah hal yang buruk. Belajarlah bahwa mengelilingi diri kita dengan pemuja - pemuji tidaklah membuat diri kita lebih baik. Belajarlah bahwa kritik itu pahit seperti obat. Belajarlah membedakan mana kebutuhan, mana sekedar keinginan. Belajarlah membedakan antara kepentingan pribadi dan yang bukan. Belajarlah menahan diri.
Belajarlah bahwa salju itu dingin.
Klise?
Memang.
Tapi, belajarlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar