Pages

Selasa, 06 September 2016

Gotong-Royong dalam Budaya Maritim Indonesia


   Banyak hal yang dapat kita akui sebagai identitas bangsa Indonesia, yang merupakan nilai luhur warisan pendahulu bangsa yang terus kita coba pertahankan sebagai niat baik untuk mempertahankan bangsa yang baik. Salah satu yang paling membumi adalah gotong-royong. Tentu, bagi seluruh masyarakat Indonesia, kata gotong-royong telah sangat akrab di telinga masing-masing pribadi seperti mendengar nama sendiri. Pancasila sebagai dasar negara pun disusun dengan semangat gotong-royong yang sangat tinggi di dalam butir-butirnya, seperti yang dikatakan Presiden Sukarno:
“Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong. Alangkah hebatnya! Negara Gotong-Royong!” (Sukarno, Pidato 1 Juni 1945 di dalam sidang  BPUPKI)

   Budaya luhur lain yang dapat dengan bangga kita katakan sebagai identitas bangsa Indonesia adalah budaya maritim. Keluhuran budaya maritim telah menjadikan kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lampau menjadi sebuah kerajaan yang kuat dan berjaya bahkan hingga ke wilayah seberang samudera, seperti kejayaan maritim Sriwijaya yang terekam dalam relief di candi Borobudur, atau kehebatan perahu Pinsi suku Bugis yang melegenda. Budaya maritim telah berhasil menghubungkan wilayah-wilayah yang dahulu tidak pernah bersinggungan hingga menjadi suatu kesatuan yang berjaya karena limpahan isi bumi dan lautnya. Dan sekarang sesuai dengan harapan dan tujuan pemerintahan Presiden Joko Widodo, budaya maritim yang luhur tersebut ingin dihidupkan kembali melalui sebuah gagasan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
   Demi mewujudkan gagasan poros maritim tersebut, hal yang paling utama yang harus dilakukan bersama adalah membangun kembali budaya gotong-royong di dalam budaya maritim Indonesia. Untuk menjadi bangsa yang besar, terutama bangsa maritim yang kuat, masyarakat Indonesia tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, terlebih menggantungkan nasib kepada satu orang atau satu pihak saja. Masyarakat Indonesia telah lama terjebak dalam pola pikir ketokohan, yaitu mendambakan seseorang tokoh yang akan memimpin dan membawa bangsa ini menuju sebuah kejayaan. Pola pikir seperti itu, terlebih jika dihubungkan dengan ramalan-ramalan mistisme, tidak lagi relevan pada masa sekarang. Bangsa Indonesia tidak boleh lagi menggantungkan harapannya pada seorang tokoh dan ketokohan, tetapi setiap individu harus mencoba untuk menjadi tokoh yang memimpin pergerakan menuju sebuah kemajuan. Dan jika nantinya telah muncul kesadaran pada setiap individu untuk menjadi seorang tokoh pergerakan, maka akan muncul sebuah aksi massa yang merupakan suatu bentuk gotong-royong dalam sebuah perjuangan aktif dan masif. Maka dalam konteks budaya maritim, tujuan utama dari aksi massa tersebut adalah mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
   Pada era media sosial yang aktif seperti sekarang, pembentukan pola pikir gotong-royong demi mewujudkan aksi massa telah banyak terlihat dalam diri setiap individu pemuda Indonesia sebagai garda utama kemajuan bangsa. Telah banyak pemuda yang menjadi tokoh bagi dirinya sendiri, dan berhasil menciptakan gerakan yang membanggakan. Yang harus dilakukan sekarang adalah berhenti menebarkan konten negatif, keluhan, dan biang permusuhan dalam media sosial, tetapi harus menyebarkan seluas-luasnya pola pikir gotong-royong yang positif dengan memanfaatkan media sosial, sehingga akan muncul generasi baru di mana setiap individunya adalah tokoh pergerakan yang akan mengawal budaya maritim Indonesia untuk kembali menjadi suatu budaya yang luhur, dan impian Indonesia yang berjaya sebagai poros maritim dunia akan segera terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar