Banyak hal yang dapat kita akui sebagai identitas bangsa Indonesia, yang merupakan nilai luhur warisan pendahulu bangsa yang terus kita coba pertahankan sebagai niat baik untuk mempertahankan bangsa yang baik. Salah satu yang paling membumi adalah gotong-royong. Tentu, bagi seluruh masyarakat Indonesia, kata gotong-royong telah sangat akrab di telinga masing-masing pribadi seperti mendengar nama sendiri. Pancasila sebagai dasar negara pun disusun dengan semangat gotong-royong yang sangat tinggi di dalam butir-butirnya, seperti yang dikatakan Presiden Sukarno:
“Jikalau
saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah
saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan
“gotong-royong. Alangkah hebatnya! Negara Gotong-Royong!” (Sukarno,
Pidato 1 Juni 1945 di dalam sidang BPUPKI)
Budaya luhur lain yang dapat
dengan bangga kita katakan sebagai identitas bangsa Indonesia adalah budaya
maritim. Keluhuran budaya maritim telah menjadikan kerajaan-kerajaan Nusantara
di masa lampau menjadi sebuah kerajaan yang kuat dan berjaya bahkan hingga ke
wilayah seberang samudera, seperti kejayaan maritim Sriwijaya yang terekam
dalam relief di candi Borobudur, atau kehebatan perahu Pinsi suku Bugis yang melegenda.
Budaya maritim telah berhasil menghubungkan wilayah-wilayah yang dahulu tidak
pernah bersinggungan hingga menjadi suatu kesatuan yang berjaya karena limpahan
isi bumi dan lautnya. Dan sekarang sesuai dengan harapan dan tujuan
pemerintahan Presiden Joko Widodo, budaya maritim yang luhur tersebut ingin
dihidupkan kembali melalui sebuah gagasan Indonesia sebagai poros maritim
dunia.
Demi mewujudkan gagasan
poros maritim tersebut, hal yang paling utama yang harus dilakukan bersama
adalah membangun kembali budaya gotong-royong di dalam budaya maritim
Indonesia. Untuk menjadi bangsa yang besar, terutama bangsa maritim yang kuat,
masyarakat Indonesia tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, terlebih
menggantungkan nasib kepada satu orang atau satu pihak saja. Masyarakat
Indonesia telah lama terjebak dalam pola pikir ketokohan, yaitu mendambakan
seseorang tokoh yang akan memimpin dan membawa bangsa ini menuju sebuah
kejayaan. Pola pikir seperti itu, terlebih jika dihubungkan dengan
ramalan-ramalan mistisme, tidak lagi relevan pada masa sekarang. Bangsa
Indonesia tidak boleh lagi menggantungkan harapannya pada seorang tokoh dan
ketokohan, tetapi setiap individu harus mencoba untuk menjadi tokoh yang
memimpin pergerakan menuju sebuah kemajuan. Dan jika nantinya telah muncul
kesadaran pada setiap individu untuk menjadi seorang tokoh pergerakan, maka
akan muncul sebuah aksi massa yang merupakan suatu bentuk gotong-royong dalam
sebuah perjuangan aktif dan masif. Maka dalam konteks budaya maritim, tujuan
utama dari aksi massa tersebut adalah mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim
dunia.
Pada era media sosial yang
aktif seperti sekarang, pembentukan pola pikir gotong-royong demi mewujudkan
aksi massa telah banyak terlihat dalam diri setiap individu pemuda Indonesia
sebagai garda utama kemajuan bangsa. Telah banyak pemuda yang menjadi tokoh
bagi dirinya sendiri, dan berhasil menciptakan gerakan yang membanggakan. Yang
harus dilakukan sekarang adalah berhenti menebarkan konten negatif, keluhan,
dan biang permusuhan dalam media sosial, tetapi harus menyebarkan
seluas-luasnya pola pikir gotong-royong yang positif dengan memanfaatkan media
sosial, sehingga akan muncul generasi baru di mana setiap individunya adalah
tokoh pergerakan yang akan mengawal budaya maritim Indonesia untuk kembali
menjadi suatu budaya yang luhur, dan impian Indonesia yang berjaya sebagai
poros maritim dunia akan segera terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar