Kau harap mulutmu bisa makan
dari sajakmu
Jangan,
Nanti mulut dimakan hati
Nanti mati karena mulut
Mati mulut makan janji
Karna sajakmu,
Makanan hati
Dinding biru, 24 Jan' 16
Kau harap mulutmu bisa makan
dari sajakmu
Jangan,
Nanti mulut dimakan hati
Nanti mati karena mulut
Mati mulut makan janji
Karna sajakmu,
Makanan hati
Dinding biru, 24 Jan' 16
Kabut mulai menelani bukit-bukit
Menyepi turun ke jalan
Membonceng perlahan
Menyentak pori kulit,
Melingkarkan lengan
pada konvoi rasa sakit
yang sukar dilafalkan
Puncak, 24 Jan '16
Disapa kabut,
Kujawab saja "hai"
Sedang dia diam pun
Dia tau, aku tau
Sendiri merindu
Sedang mulut bungkam, pun.
Puncak, 24 Jan' 16
Kau gusar
Apa yang dibawa hujan tengah malam?
Imajinasi konyol tapi syahdu
Kenangan malu masa lalu
Ketawa sendiri,
Teruskan pada cemas yang tak perlu
Atau peta hidup yang kian kelabu
Mesin waktu? Ah asu
Semua bertubi di bawah akar rambutmu
Dibalut kantuk menggelayut semu
Dan kau gusar,
Pada pagi, masihkah bertemu?
Dinding biru, 16 Jan '16
Mendongak pada langit
Jari-jemari kurus, yang ramai,
yang hijau rimbunnya pudar
ditelan senja menjelma malam
Langitku dihalang kanopi bermotif semacam
bercak, tetesan warna dari sebuah kuas, bergoyang rindang
Kututup lembaran sajak, kudengar panggilan sayang
Tengadahku mengingatkan untuk pulang
Balai kota, 16 Jan '16